Aneka Cerpen

Cerpen-cerpen Karya-karya Mudika Paroki Lintongnihuta

Minggu, 27 Juni 2010

Kisah Sepasang Camar

Oleh : Frikawati Nababan

Bel sudah berdering semua siswa SMU Negeri 3 Surakarta masuk ke dalam kelas masing–masing. Pelajaran dimulai, untuk anak-anak kelas II b dalam menerima pelajaran dari pak Gatot bidang studi Agama Katholik.
“Pagi anak-anak !”
“Selamat Pagi Pak!”
“Anak-anak ! Pagi ini bapak akan memaparkan apa maksud dan tujuan dari Matius 18 ayat 22. Ada saatnya kita manusia merasa kuat, tapi kadang-kadang kita lemah. Oleh karena itu, untuk memaafkan kesalahan orang lain, kita tidak punya batasan jumlah, mau tujuh kali atau sepuluh kali ”.
Semua siswa memperhatikan pelajaran. Hanya seorang anak sepertinya sedang larut dalam kesedihan. Bapak guru merasa heran ada apa dengan anak yang satu ini. Akhirnya,
“Fandli, kenapa kamu tidak memper-hatikan materi yang bapak ajarkan ?”
Fandli tetap diam. Bapak guru mendatangi meja tempat Fandli duduk :
“Fandli ! kenapa kamu ! Apa kamu sedang sakit ? atau sedang…”
“Oh…maaf pak! Fandli kurang sehat”. Dengan nada yang kurang meyakinkan Fandli menjawab pertanyaan bapak guru.
“Ya.sudah! Kalau kamu sakit, istirahat saja di ruang UKS”.
“Nggak usah pak ! Fandli masih bisa mengikuti pelajaran dari bapak”.



Dan bel tanda istirahat pun berdering. Tiba–tiba seorang teman Fandli datang menghampirinya.
“Hm…m tumben ya ! Cowok yang aku kenal dulu periang, dan selalu bersemangat kini berubah 180 o menjadi seorang pendiam. Ada apa ya dengan sang pangeran ? sumpah deh, seumur-umur baru kali ini aku ngelihat orang ini seperti seorang anak kecil”.
“Ah, udalah ! kamu nggak usah berbasa-basi aku capek mendengarnya mending aku ke Perpustakaan dari pada ngomong dengan seorang Ati yang nggak pernah ngerti situasi yang aku hadapi, aku bosan tau nggak !”.
“Idih, galak amat ! Emang kamu kenapa sih ? Aku jadi penasaran deh !”.
“Udalah ! Emang kamu nggak akan pernah ngerti keadaanku !”.
Dengan wajah sinis Fandli meninggalkan Ati sendirian.

“Fandli ! tunggu !, …… Fan…. Uh…ini orang kenapa sih?”.



”Hai Ti ! Kamu kenapa ?” teman Ati tiba –tiba mengejutkannya dari belakang.
“Tau tuh tiba-tiba aja si Fandli jadi sinis sama aku !”.
“Emang Fandli kenapa ? Aku heran deh, sebelumnya kaliankan orang yang paling kompak, kok bisa sih jadi gini ceritanya ?”.
“Aku juga bingung sih, apa sih kesalahan yang telah kuperbuat ?”.
“Tapi Ti kamu nggak usah sedih, pulang sekolah nanti kita mampir aja ke rumahnya Fandli, gimana ?”.
“Ya deh Sis ! Aku tunggu kamu di gerbang nanti !”.
Setelah bel jam ke 7 berbunyi, semua anak-anak SMU Negeri 3 bergegas untuk pulang ke rumah masing-masing tak terkecuali Fandli.


Ati dan Siska juga bergegas untuk pulang. Seperti janji yang telah di sepakati, mereka berdua pergi ke rumah Fandli. Fandli udah sampai duluan di rumahnya, Ati dan Siska menyusul dari belakang. Fandli membuka pintu rumahnya,
“Kalian mau ngapain datang kemari ?”.
“Apa salah ! Kami berdua mampir ke rumahmu Fand ?”, dengan nada kecewa Ati melemparkan sebuah pertanyaan tanpa menjawab pertanyaan Fandli.
“Ya …! Nggak sih ! tapi ada perlu apa ya ?”
“Gini Fan ! Aku merasa heran deh, kamu tadi di sekolah seperti orang yang nggak tau tujuan .Ada apa sih ?“,
“Ya Fand kamu kenapa!” Siska juga berta-nya.
“Udalah Ti !, kamu nggak akan pernah ngerti !”
“Ya jangan gitu dong Fand ! Setidaknya kamu cerita ! Siapa tau kita bisa bantu”.
“Fand cerita dong kita nih jadi penasaran!” ujar Siska.
“Sebenarnya aku nggak ingin masalah pribadiku diketahui orang lain”.
“Apa Fan ?, jadi kamu merasa bahwa kita ini orang lain ? wah … aku nggak nyangka Fand ! aku nggak pernah berpikir orang yang selama ini sudah kuanggap bagian dari pribadiku, tega-teganya ngomong kalau aku itu sudah menjadi orang lain buat kamu, tega kamu Fand,” Ati berlari dan nggak ingin melihat tampangnya Fandli,
“Ti tunggu jangan tinggalin aku dong”, Siska berusaha menghalanginya langkah Ati tapi semuanya sia-sia.
“Yah ! apes deh gue udah ngawani si Ati ditinggalin pula”.

“Sis sorry ya ! aku nggak bermaksud melukai hati kalian berdua”.

”Makan itu sorry, udah tau keadaan-nya begini minta sorry lagi, makanya kalau mau ngomong jangan ceplas-ceplos pikir dulu, sekarang tau rasa kamu”. Fandli semakin bingung,

“Udah ! sekarang bukan waktunya bingung mending kamu pikirin gimana caranya agar Ati bisa ngemaafin kamu! Paham ?”
“Siska ! aku memang lagi ada masalahTetapi kau tahu kan, bagaimana sikapnya Ati, selalu cuek. Itu sebabnya aku merasa tidak perlu cerita”
“Okelah ! saya mengerti ! saya akan coba membujuknya besok”.
“Makasih Sis !”



Esoknya di sekolah :
”Ti ……..Ati ….. tunggu Ti ….!” Ati bersikap cuek dan tak ingin menoleh kebe-lakang. Fandli berlari menghampiri Ati.
“Ti tunggu dong !” akhirnya Fandli bisa juga menghampiri Ati meskipun dalam situasi yang kurang mengizinkan.
“Ti ! apa kamu masih marah soal yang kemarin?” Ati tetap diam.
“Ti please dong jawab aku apakah hanya karena soal kemarin kamu akan tetap diam dengan menyisakan 1001 tanya buat aku”. Udalah Fand ! semu-anya udah jelas dan sekarang kamu nggak usah lagi berusaha menyembunyikan semua kenyataan dari aku”.
“Ti ! jangan ngomong gitu dong”.
“Fand ! aku sudah tahu semua, kamu memang nggak pernah sayang sama aku, dan itu benar adanya dengan sikap kamu kemarin. Aku sudah muak Fand aku benci, sekarang mending kamu pergi dari hadapanku”.
“Ti ! please dong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahanku”. “Udalah Fand semuanya nggak ada lagi artinya”.
“Ti ! kamu jangan dulu pergi, Ti !”, tetapi Ati cuek saja.


Di lain waktu Siska menemui Ati :
“Ti ! ingat tidak apa yang diajarkan oleh Pak Gatot waktu itu, kita sebagai manusia ada saatnya kuat, ada saatnya kita lemah. Memaafkan seseorang akan kelemahannya, bagi Tuhan itu sangat berkenan”.
“Lalu”.
“Fandli ! Memang kuperhatikan dalam kekompakan kalian, walau Fandli ada masalah, kamu selalu cuek”.
“Oh Tuhan ! Ampunilah aku !”.


Esoknya, Fandli sengaja menunggu Ati di depan Sekolah !
“Ati…. Ati…,!” Langkah Ati terhenti.
“Ati ! Aku mohon maaf atas sikapku yang sudah-sudah !”
“Fand ! Sebetulnya akulah yang harus minta maaf sama kamu, kuakui …!” Fandli menyentuh bibir Ati dengan jarinya.
“Udahlah ! tapi yang penting kau ketahui adalah bahwa aku sayang kamu !”
Perasaan Ati serasa terbang melayang-layang penuh kebahagiaan, bagaikan camar yang terbang mengitari lautan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar